Perasaan tidak bersemangat belakangan ini yang menyelimuti ku, ingin rasanya keluar dari kantor ini, berlari menjauh dari rutinitas, sekarang mulai kuketauhi dari mana asalnya.
Memang dari aku sendiri, apakah bisa atau tidak terlarut dengan perasaan. Tapi mau tak mau dunia sekitar memberikan pengaruh yang besar, nyatanya aku larut dengan perasaan itu. Helaan napas yang biasa kutuangkan dengan *sigh* sering kali kutuliskan, sampai akhirnya sahabatku bilang " asa sering pisan lu ngomong gitu. “it’s that everything ok with u’r live? “ sms terakhirnya yang kuterima 2 hari lalu.
Secara pribadi everything it’s Ok, setelah beberapa masalah atau pikiran juga ketakutan tentang -bagaimana aku beberapa tahun nanti?- mulai pudar, seiring aku mulai bergerak untuk meninggalkan ketakutan tentang masa depan yang belum tentu sama seperti yang aku pikirkan.
Kantor media tempatku bekerja, saat ini sedang dalam kondisi pembenahan (istilah gw). Orang-orang yang menjadi target untuk dikeluarkan dipaksa atau terpaksa keluar. Orang-orang itu yang ber-orasi, berjuang (walaupun terkadang dari mereka menggunakan kata-kata yang tidak sopan, malah memperkeruh suasana) biar kantor ini memberikan keadilan, tidak korup dan tetap terbang mengudara. Mereka menanyakan tentang gaji mereka yang tak naik selama kurang lebih 6 tahun, padahal banyak program yang cukup lumayan sukses buat perusahaan sehingga manajemen (sekelompok pemilik media yang punya kuasa untuk mengatur media ini mau nayangin apa dan dibawa kemana) mau mengguyurkan pundi-pundi ke rekening buruhnya. Menanyakan tentang uang lembur yang cuma 40 ribu 1 hari (tidak berubah dari 6 tahun lalu), regulasi karwayan yang sudah bertahun-tahun di kontrak (padahal menurut peraturan depnaker, max. karwayan dikontrak tidak boleh lebih dari 2 tahun) tidak ada lagi bonus, dan kegiatan-kegiatan yang dulu pernah dilakukan ketika kantor media ini jaya.
Siapa orang-orang target ini? Mereka itu, merupakan orang-orang yang mungkin sakit hati karna buruknya kantor ini, orang-orang yang mungkin memang peduli dengan nasib-nasib teman-teman, yang ingin berjuang, yang ingin jadi pahlawan, yang ingin menanyakan kemana duit keuntungan dari suksesnya program, memberantas agar tak terjadi kesenjangan, mempertanyakan naik jabatan tapi gajinya kok tetap. Mereka ini pernah demo pas tanggal 11 januari (HUT-nya kantor) dan terang-terangan mengkritisi manajemen kantor ini. Mereka diberi tanda merah. Jika tak keluar, mereka akan disingkirkan menjadi orang-orang buangan yang ditempatkan disuatu tempat yang tak ada aktivitas misalnya menjaga perpustakaan. Jadi mereka ini didesak untuk memilih, terus bertahan menjadi orang buangan atau keluar dengan sangat terpaksa dari kantor ini. Walaupun ada beberapa orang yang mengundurkan diri atas kemauan diri sendiri. Mereka merupakan pendiri serikat, karna kantor ini tidak punya serikat selama 15 tahun ini, mereka pejuang saya bilang mereka pejuang, benar-benar pejuang.
Sudah hampir seminggu, omongan orang-orang hanya sekitar hitungan duit pesangon yang diterima dan mengambil atau tidak program pembenahan dari kantor. 1 persatu orang-orang mulai pergi meninggalkan kantor ini, meninggalkan semua kenangan mereka, teman, sahabat, bahkan rumah kedua bagi mereka, karna rata-rata yang pergi sudah bekerja diatas 10 tahun. Mereka yang keluar menurut ku adalah orang-orang baik dan terbaik. Sedih, hilang semangat kerja, sudah menggeroti diriku belakangan ini.
Pikiran harus keluar dari kantor tahun ini, dapat atau tidaknya pekerjaan pengganti semakin kuat, semakin jelas tercetak dipikiran dan hatiku.
Samar-samar bau politik tercium dalam rutinitas kerja. Aku seperti ada di jaman orde lama, Bos tak suka dengan anak buahnya yang membelot akan disingkirkan. Sudah 3 minggu OB kantor ini, diganti. Yang lama diberhentikan tanpa ada kabar terlebih dulu, biar mereka mencari gantinya. Mereka bagai kerbau dicocok hidungnya, seperti bangsa pribumi di jaman Belanda yang dibawa ke suatu tempat untuk menandatangani surat PHK, yang didampingi oleh preman-preman berbadan besar berotak kecil sebagai ancaman seperti anjing herder agar mereka mau menandatangani tanpa banyak bertanya. Salah satu OB yang cukup dekat punya cerita, jika ia sebenarnya tak menuntut apapun. Ia bahagia dengan gaji 500ribu, 1 istri dan 3 anak. Dalam waktu dekat akan berencana membeli rumah dengan menyicil, rencana yang mungkin bertahun-tahun sirna dalam hitungan jam.
Ini yang membuatku tetap bersyukur dengan keadaan sekarang, tangisan sudah cukup untuk membayangkan yang tidak-tidak tentang masa depan. Hanya Tuhan sang Khalik yang tau dan aku yang terus berdoa, berharap dan do the best!
Orang-orang terbaik mulai pergi, mulai berpamitan, kantor ini mulai berbenah, memperbarui struktur kerja, membuat aturan-aturan baru, meblokir beberapa situs sosial yang dulu bisa diakses bebas tanpa masalah. Kabarnya Bos ngamuk, ngambek, karna ia sampe diseret ke komisi IX DPR untuk menjawab dan mempertanggung jawabkan apa yang sudah ia perbuat dan lakukan.
Orang-orang baru sudah datang, menggenjot kembali jantung media ini supaya tetap berdegup.
“ tenang aja pak, nanti saya juga akan menyusul bapak” kataku pada seorang senior yang dipaksa untuk keluar, “jangan keluar, kamu ini penerus kami, karna kami sudah perjuangkan dan semua sudah terkuak” dengan logat jawa yang medhok.
Dilema…kini yang kurasakan. Mungkin setelah pembenahan ini beres, sebagai pribadi kehidupanku mungkin akan lebih layak. Tapi aku tak ingin tinggal di kota yang penat ini. Waktu terus berjalan hingga akhirnya aku tetap berjalan dan berjuang sendiri. “ jangan dulu pindah sampe dia (pria yang sekarang menyandang status pacar) sampe manteb, baru kamu ngikutin dia” pernyataan seorang teman ,ini cukup menyadarkan ku, bahwa aku kini akan naik kelas ke yang lebih tinggi. Benar-benar dilema.
Aku,perempuan, menyandang status pegawai tetap di kantor, cukup umur untuk menikah, impian selama kuliah Alhamdulillah hampir kesampean semua. Sampai akhirnya suatu ketika mengalami suatu titik dan bertanya hendak kemana aku? , terus bertanya dan mengaduk isi otak dan hati apa lagi impianku ? hingga saat ini belum kutemukan jawaban. Tak mau memaksakan karna aku akan menangis lagi…
Akhirnya semua akan berjalan sendiri, orang-orang pergi, kini sepi.
Pernah kurasa pada saat kuliah, tapi ini agak parah, dan aku sadar enggan kuratapi biar aku tak menangis terus ditengah sepi.
Kenapa aku merasakan kekacauan ini, dulu ketika kuliah mempunyai masalah dengan BEM-nya, dengan organisasi pers yang hendak melaporkan ku ke Polisi karna aku menghina dia, dan dia menghinaku didepan umum karna aku masih menjadi panitia ospek padahal sudah lulus. Terakhir ku dengar kabar ini masih sibuk mengurus skripsi yang ditelantarkan karna kampus turun akreditasi yang berimbas ke skripsinya yang tertunda dan kini di kantor. Ada yang bilang mungkin saya flower generation, generasi yang mengalami perubahan…semoga perubahan yang baik walaupun awalnya harus buruk.
Dewasa…dulu ingin sekali cepat dirasakan karna tak sekolah. Tapi setelah besar, ingin sekali menjadi anak kecil karna tak punya banyak masalah. Manusia tak pernah puas. Kacau, sedih, tangisan, kelahiran, kematian, permisahan dan pertemuan…siklus kehidupan yang merupakan rahasia Allah sang Khalik. Aku kini, terus berpikiran positif, tidak mau banyak mengeluh dan bersedih, yakin dengan apa yang aku jalani, berdoa, bersahabat, berubah ke arah lebih baik, mencari cita-cita dan impian yang berusaha untuk diwujudkan tanpa berpikiran neko-neko dan terus punya hati legowo.
Papaku bilang: coba liat kehidupan didesa, penjaga surau yang hidup sederhana, tanpa kendaraan yang ia punya…hidupnya hanya untuk Allah dan keluarga…tampak senang dan damai hidupnya…Insya Allah ia masuk surga…hidup ini tak semudah itu tapi pa...karna kita dilahirkan di kota...mungkin kita harus jadi tinggal lama di desa biar nelangsa asal bahagia...cukup sekian cerita saya, ditunggu komentarnya. 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar